Minggu, 11 Desember 2011

arsitektur Rumah Adat Melayu Riau






Rumah Melayu Riau

Oleh: Rahmat (ISI Padangpanjang)

Bagian-Bagian Rumah Melayu
A.  Atap
Bahan utama atap adalah daun nipah dan dau rumbia, tetapi pada perkembangannya sering dipergunakan atap seng. Dilihat dari bentuknya, bubugan rumah Melayu dapat dibedakan menjadi :
1.    Bubungan panjang sederhana
2.    Bubungan Lima
3.    Bubungan Perak
4.    Bubungan Kombinasi
5.    Bubungan Limas
6.    Bubungan Panjang Berjungkit
7.    Bubungan Gajah Minum

a.    Lambang Pada Atap
1.    Atap Kajang
Bentuk atap ini dikaitnya dengan fungsinya, yaitu tempat berteduh dari hujan dan panas. Yang memiliki makna, hendaknya sikap hidup orang Melayu dapat pula menjadi naungan bagi keluarga dan masyarakat.

2.    Atap Layar
Bentuk atap yang bertingkat disebut Atap layar, Ampar labu, Atap bersayap, atau Atap bertinggam.
3.    Atap Lontik
Atap yang kedua ujung perabungnya melentik ke atas melambangkan bahwa pada awal dan akhir hidup manusia akan kembali kepada penciptanya. Sedangkan, lekukan pada pertengahan perabungnya melambangkan Lembah keidupan yang kadang kala penuh dengan cobaan.
4.    Atap Limas
Hingga saat ini belum diketahui apa makna lambang pada bentuk atap limas. Kemungkinan dahulu orang melayu mengenal lambang pada bentuk ini, terutama yang berkaitan dengan kepercayaan dalam agama Hindu dan Budha, atau terpengaruh atap banggunan Eropa. Namun demikian, bentuk limas ini sudah menjadi salah satu bntuk banggunan tradisional Melayu Riau.

b.    Selembayung
Selembayung juga disebut juga Sulo Bayung dan Tanduk Buang, adalah hiasan yang terletak bersilang pada kedua ujung perabung bangunan belah bubung dan rumah lontik. Pada bagian bawah adakalanya diberi pula hiasan tambahan seperti tombak terhunus, menyambung kedua ujung perabung (tombak-tombak) Selembayung memiliki beberapa makna, antara lain :
1.      Tajuk Rumah : selembayung membangitkan seri dan cahaya rumah.
2.      Pekasih Rumah : lambang keserasian dalam kehidupan rumah tangga.
3.      Pasak Atap : lambang sikap hidup yang tahu diri.
4.      Tangga Dewa : lambang tempat turun para dewa, mambang, akuan, soko, keramat, dan sisi yang membawa keselamatan bagi manusia.
5.      Rumah Beradat : tanda bahwa bangunan itu adalah tempat kediaman orang berbangsa, balai atau kediaman orang patut-patut.
6.      Tuah Rumah : lambang bahwa bangunan itu mendatangkan tuah kepada pemiliknya.
7.      Lambang Keperkasaan dan Wibawa : selembayung yang dilengkapi dengan tombak-tombak melambangkan keturunan dalam rumah tangga, sekaligus sebagai lambang keperkasaan dan wibawa pemliknya.
8.      Lambang Kasih Sayang : motif ukiran selembayung (daun-daun dan bunga) melambangkan perwujudan, tahu adat dan tahu diri, berlanjutnya keturunan serta serasi dalam keluarga.

c.    Sayap Layang-layang atau Sayap Layangan
Hiasan ini terdapat pada keempat sudut cucuran atap. Bentuknya hampir sama dengan selembayung. Setiap bangunan yang berselmbayung haruslah memakai sayap layangan sebagai padanannya. Letak sayap layang-layang pada empat sudut cucuran atap merupakan lambang sari empat pintu hakiki, yaitu pintu rizki, pintu hati, pintu budi, dan pintu Illahi. Sayap layang-layang juga merupakan lambang kebebasan, yaitu kebebasan yang tahu batas dan tahu diri.
d.   Lebah Bergantung
Hiasan yang terletak di bawah cucuran atap (lispang) dan kadang-kadang di bagian bawah anak tangga. Hiasan ini melambangkan manisnya kehidupan rumah tangga, rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri.
e.    Perabung
Hiasan yang terdapat pada perabung rumah /terletak sepanjang perabung disebut  Kuda Berlari. Hiasan ini amat jarang digunakan, lazimnya hanya dipergunakan untuk perabung istana atau balai tertentu. Hiasan ini mengandung beberapa lambang, yaitu:

1.      Lambang Kekuasaan : yakni pemilik banguna itu adalah penguasa tertinggidi wilayahnya.
2.      Lambang lainnya terdapat pada bentuk dan nama ukirannya.

f.     Singap/Bidai
Bagian ini biasanya dibuat bertingkat dan diberi hiasan yang sekaligus berfungsi sebagai ventilas. Pada bagian menjorok keluar  di beri lantai yang disebut teban layar atau lantai alang buang atau disebu juga  Undan- undan.

B.  Tiang
Bangunan Tradisional Melayu adalah bangunan bertiang. Tiang dapat berbentuk bulat atau persegi. Jumlah tiang rumah induk paling banyak 24 buah, sedangkan tiang untuk bagian bangunan lainnya tidak ditentukan jumlahnya. Pada rumah bertiang 24, tiang-tiang itu didirikan dalam 6 baris, masing-masing 4 buah tiang termasuk tiang seri.


Lambang-lambang pada tiang :
1.      Tiang tua : tiang utama yang terletak disebelah kanan dan kiri pintu tengah, atau tiang yang terletak ditengah bangunan yang pertama kali ditegakkan. Tiang tua melambangkan tua rumah, yaitu pimpinan di dalam banguna itu, pimpinan di dalam keluarga dan masyarakat.
2.      Tiang seri : tiang yang terletak di keempat sudut bangunan induk, dan tidah boleh dari tanah terus ke atas. Tiang seri melambangkan Datuk Berempat atau induk berempat, serta melambangkan empat penjuru mata angin.
3.      Tiang penghulu : tiang yang terletak di antara pintu muka denhan tiang seri disudut kanan muka bangunan. Tiang ini melambangkan bahwa rumah itu didirikan menurut ketentuan adat istiadat, dan sekaligus melambangkan bahwa kehidupan didalam keluarga wajib disokongoleh anggota keluarga lainnya.
4.      Tiang tengah : tiang yang terletak di antara tiang-tiang lainnya, terdapat diantara tiang tua dan tiang seri.
5.      Tiang bujang : tiang yang dibuat khusus di bagian tengah bangunan induk, tidak bersambung dari lantai sampai ke loteng atau alangnya. Tiang ini melambangkan kaum kerabat dan anak istri.
6.      Tiang dua belas : tiang gabungan dari 4 buah tiang seri, 4 buah tiang tengah, 2 buah tiang tua, 1 buah tiang penghulu, dan 1 buah tiang bujang.

C.     Pintu
Disebut juga Ambang atau  Lawang. Pintu masuk bagian muka disebut pintu muka, sedangkan pintu di bagian belakang di sebut pintu dapur. Pintu berbentuk persegi empat panjang. Ukuran pitu lebar antara 60 s/d 100 cm, tinggi 1,50 s/d 2 meter.

D.    Jendela
Jendela lazim disebut tingkap atau pelinguk. Bentuknya sama seperti bentuk pintu, tetapi ukurannya lebih kecil atau lebih rendah. Daun jendela dapat terdiri atas dua atau satu lembar daun jendela. Ketinggian letak jendela di dalam sebuah rumah tidak selalu sama. Perbedaan ketinggian ini adakalanya disebabkan oleh perbedaan ketinggian lantai, ada pula yang berkaitan dengan adat istiadat. Umumnya jendela tengah di rumah induk lebih tinggi dari jendela lainnya.
Jendela mengandung makna tertentu pula. Jendela yang sengaja dibuat setinggi orang dewasa berdiri dari lantai, melambangkan bahwa pemilik bangunan adalah orang baik-baik dan patut-patut dan tahu adat dan tradisinya.  Sedangkan yang letaknya rendah melambangkan pemilik bangunan adalah orang yang ramah tamah, selalu menerima tamu dengan ikhlas dan terbuka.

E.     Tangga
Tangga naik ke rumah pada umumnya menghadap ke jalan umum. Tiang tangga berbentuk segi empat atau bulat. Bagian atas disandarkan miring ke ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak tangga dapat di bentuk bulat atau pipih.


F.      Loteng
Dalam bahasa Melayu disebut langa.
G.    Lantai
Lantai rumah induk pada umumnya diketam rapi dengan ukuran lebar antara 20 s/d 30 cm.
H.    Dinding
Papan dinding dipasang vertikal. Kalau ada yang dipasang miring atau bersilang, pemasangan tersebut hanya untuk variasi. Untuk variasi sering pula dipasang miring searah atau miring berlawanan, dengan kemiringan rata-rara 45 derajat.

rumah adat melayu

Rumah Melayu/Balai Adat Melayu Riau

Rumah adat di daerah Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Ruangan rumah ini terdiri dari ruangan besar untuk tempat tidur. ruangan bersila, anjungan dan dapur. Rumah adat ini dilengkapi pula dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan dan musyawarah adat.

SUMBER CORAK
Corak dasar Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa. Benda-benda itulah yang direka-reka dalam bentuk-bentuk tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam bentuk yang sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang, semut beriring, dan lebah bergantung.

Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada halhal yang berbau “keberhalaan”. Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai -walau tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriringkarena sifat semut yang rukun dan tolong-menolong. Begitu pula dengan corak lebah, disebut lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Corak naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan awan dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu pula.

Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik(Belah ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran. Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.

RAGAM ORNAMEN
Bangunan BALAI ADAT MELAYU RIAU pada umumnya diberi ragam hiasan, mulai dari pintu,jendelah,vetilasi sampai kepuncak atap bangunan,ragam hias disesuaikan dengan makna dari setiap ukiran. Selembayung disebut juga “ selo bayung “ dan “tanduk buang” adalah hiasan yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.pada bangunan balai adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap di beri selembayung yang terbuat dari ukiran kayu.
Hiasan pada pintu dan jendelah
Hiasan pada bagian atas pintu dan jendelah yang disebut”lambai-lambai”,melambangkan sikap ramah tamah. Hiasan “Klik-klik” disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan pagar.

Rumah Lancang (Rumah Tradisional Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)
    Asal-Usul
Rumah Lancang atau Pencalang merupakan nama salah satu Rumah tradisional masyarakat Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia. Selain nama Rumah Lancang atau Pencalang, Rumah ini juga dikenal dengan sebutan Rumah Lontik. Disebut Lancang atau Pencalang karena bentuk hiasan kaki dinding depannya mirip perahu, bentuk dinding Rumah yang miring keluar seperti miringnya dinding perahu layar mereka, dan jika dilihat dari jauh bentuk Rumah tersebut seperti Rumah-Rumah perahu (magon) yang biasa dibuat penduduk. Sedangkan nama Lontik dipakai karena bentuk perabung (bubungan) atapnya melentik ke atas.
Rumah Lancang merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di samping itu, ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah sebagai kandang ternak, wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang, tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu, sebagai persiapan menyambut bulan puasa. Selain itu, pembangunan Rumah berbentuk panggung sehingga untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang mempunyai anak tangga berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi keyakinan masyarakat.
Dinding luar Rumah Lancang seluruhnya miring keluar, berbeda dengan dinding dalam yang tegak lurus. Balok tumpuan dinding luar depan melengkung ke atas, dan, terkadang, disambung dengan ukiran pada sudut-sudut dinding, maka terlihat seperti bentuk perahu. Balok tutup atas dinding juga melengkung meskipun tidak semelengkung balok tumpuan. Lengkungannya mengikuti lengkung sisi bawah bidang atap. Kedua ujung perabung diberi hiasan yang disebut sulo bayung. Sedangkan sayok lalangan merupakan ornamen pada keempat sudut cucuran atap. Bentuk hiasan beragam, ada yang menyerupai bulan sabit, tanduk kerbau, taji dan sebagainya.
Keberadaan Rumah Lancang, nampaknya, merupakan hasil dari proses akulturasi arsitektur asli masyarakat Kampar dan Minangkabau. Dasar dan dinding Rumah yang berbentuk seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontik) merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena daerah Kampar merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto menuju wilayah Tanah Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto mencakup Kampung Rumbio, Kampar, Air, Tiris, Bangkinang, Salo, dan Kuok. Oleh karena Kampar merupakan bagian dari alur mobilitas masyarakat, maka proses akulturasi merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. Hasil dari proses akulturasi tersebut nampak dari keunikan Rumah Lancang yang sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah Riau Daratan dan Riau Kepulauan.

Rumah Belah bubung (rumah Tradisional melayu di kepulauan riau)
      Asal-Usul
Kepulauan Riau merupakan salah satu satu provinsi di Indonesia. Daerah ini merupakan gugusan pulau yang tersebar di perairan selat Malaka dan laut Cina selatan. Keadaan pulau-pulau itu berbukit dengan pantai landai dan terjal. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan petani. Sedangkan agama yang dianut oleh sebagian besar dari mereka adalah Islam.
Kondisi alam dan keyakinan masyarakat Kepulauan Riau sangat mempengaruhi pola arsitektur rumahnya. Pengaruh alam sekitar dan keyakinan dapat dilihat dari bentuk rumahnya, yaitu berbentuk panggung yang didirikan di atas tiang dengan tinggi sekitar 1,50 meter sampai 2,40 meter. Penggunaan bahan-bahan untuk membuat rumah, pemberian ragam hias, dan penggunaan warna-warna untuk memperindah rumah merupakan bentuk adaptasi terhadap lingkungan dan ekpresi nilai keagamaan dan nilai budaya.
Salah satu rumah untuk tempat tinggal masyarakat Kepulauan Riau adalah rumah Belah Bubung. Rumah ini juga dikenal dengan sebutan rumah Rabung atau rumah Bumbung Melayu. Nama rumah Belah Bubung diberikan oleh orang Melayu karena bentuk atapnya terbelah. Disebut rumah Rabung karena atapnya mengunakan perabung. Sedangkan nama rumah Bubung Melayu diberikan oleh orang-orang asing, khususnya Cina dan Belanda, karena bentuknya berbeda dengan rumah asal mereka, yaitu berupa rumah Kelenting dan Limas.
Nama rumah ini juga terkadang diberikan berdasarkan bentuk dan variasi atapnya, misalnya: disebut rumah Lipat Pandan karena atapnya curam; rumah Lipat Kajang karena atapnya agak mendatar; rumah Atap Layar atau Ampar Labu karena bagian bawah atapnya ditambah dengan atap lain; rumah Perabung Panjang karena Perabung atapnya sejajar dengan jalan raya; dan rumah Perabung Melintang karena Perabungnya tidak sejajar dengan jalan.
Besar kecilnya rumah yang dibangun ditentukan oleh kemampuan pemiliknya, semakin kaya seseorang semakin besar rumahnya dan semakin banyak ragam hiasnya. Namun demikian, kekayaan bukan sebagai penentu yang mutlak. Pertimbangan yang paling utama dalam membuat rumah adalah keserasian dengan pemiliknya. Untuk menentukan serasi atau tidaknya sebuah rumah, sang pemilik menghitung ukuran rumahnya dengan hitungan hasta, dari satu sampai lima. Adapun uratannya adalah: ular berenang, meniti riak, riak meniti kumbang berteduh, habis utang berganti utang, dan hutang lima belum berimbuh. Ukuran yang paling baik adalah jika tepat pada hitungan riak meniti kumbang berteduh.

Rumah adat melayu limas potong
Limas Potong adalah salah satu bentuk rumah tradisional masyarakat melayu Riau Kepulauan. Rumah Limas Potong berbentuk rumah panggung, sebagaimana rumah tradisional di Sumatra pada umumnya. Tingginya sekitar 1,5 meter dari atas permukaan tanah. Dinding rumah terbuat dari susunan papan warna coklat, sementara atapnya berupa seng warna merah. Kusen pintu, jendela serta pilar anjungan depan rumah dicat minyak warna putih.
Jenis rumah adat melayu yang lain adalah rumah tradisional Belah Bubung. Kalau di Riau daratan, rumah tradisionalnya ada Rumah Lontik, dan Rumah Salaso Jatuh Kembar.

RINGKASAN SENI RUPA TERAPAN DAERAH SETEMPAT
  1. Berbagai Teknik Pembuatan Karya Seni rupa Terapan Daerah Setempat.
Beberapa seni rupa yang terbuat dari kayu, bamboo, rotan, dan gerabah:
  1. Kerajinan Bambu dari Tasikmalaya.
  2. Kerajinan Rotan dari Corebon.
  3. Kerajinan Ukiran.
  4. Gerabah.
  1. Klasifikasi Karya Seni Rupa Terapan Berdasarkan Sosial Budaya Masyarakat Setempat.
Pencipataan karya seni rupa terapan daerah tradisional daerah tidak terlepas dari pengaruh social budaya daerah setempat, salah satu contoh benda seni rupa yang dipengaruhi oleh adat masyarakat yang sangat dikenal adalah bentuk rumah adat. Berikut ini contoh rumah adat:
  1. NAD => Rumah Aceh.
  2. Sumatra Utara => Rumah Balai Batak Toba.
  3. Sumatra Barat => Rumah Gadang.
  4. Sumatra Selatan => Rumah Rakit
  5. Riau => Selaso Jatuh Kembar.
  6. Jambi => Rumah Panggung.
  7. Lampung => Huwo Sesat.
  8. Bengkulu => Rumah Bubungan Limas.
  9. DKI Jakarta => Joglo.
10.  Jawa Barat => Kasepuhan.
11.  Jawa Tengah => Joglo.
12.  Jawa Timur => Joglo.
13.  D.I. Yogyakarta => Joglo.
14.  Bali => Natah/Natar.
15.  Madura => Dalam Loka Samawa.
16.  NTB => Sao Ata Nusa Lakitana.
17.  NTT => Rumah Panjang (Bentang).
18.  Kalimantan Barat => Rumah Lamin.
19.  Kalimantan tengah =>Rumah Bentang.
20.  Kalimantan Selatan => Rumah Banjar.
21.  Kalimantan Timur => Rumah Lamin.
22.  Sulawesi Utara => Rumah Adat dari Bolaang Mongandow.
23.  Sulawesi Tenggara => Laikas.
24.  Sulawesi Tengah => Souraja/Rumah Besar.
25.  Sulawesi Selatan => Tongkonan/Rumah Toraja.
26.  Maluku => Balleo.
27.  Irian Jaya => Rumah Kari Wari.
Rumah adat di suatu daerah setempat memiliki fungsi khusus bagimasyarakatnya. Contohnya rumah adat tana toraja yang bernama tongkonan. Tongkonan berasal dari istillah “tongkon” yang berarti duduk. Tongkonan mempunyai beberapa fungsi antara lain:
  1. Pusat budaya.
  2. Pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga, kegotongroyongan.
  3. Pusat dinamisator, motifator, dan stabilisator social.
Berikut adalah beberapa jenis tongkonan:
  1. Tongkonan layuk atau pesio’ aluk. Sebagai tempat untuk menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
  2. Tongkonan pekaindoran atau pekamberan atau keparengesan. Sebagai tempat pengurus dan pengatur pemerintahan adat berdasarkan aturan dari tongkonan pesio’ aluk.
  3. Tongkonan batu a’riri. Sebagai toongkonan penunjang tongkonan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan.
  4. Tongkonan marimbuna. Merupakan rumah sekaligus tempat mandi pimiliknya (marimbuna).
C Membandingkan Ciri-Ciri Khusus Berbagai Karya Seni Rupa Terapan Daerah Setempat.
Suatu benda seni rupa yang dikatakan unik adalah karya seni rupa yang memiliki cirri khusu yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Keunikan atau kekhasan yang disebut dapat berupa bentuknya, teknik pembuatannya, ataupun gagasan yang melatarbelakanginya.

by: rahmat (fakultas isi padangpanjang)